Blogger news

Selasa, 25 November 2014

7 Hooligan yang paling berbahaya di inggris

7 Hooligan Inggris Paling Berbahaya


Millwall Bushwackers

Mereka adalah supporter fanatik klub sepakbola Millwal. Nama Bushwackers mereka ambil dari "plesetan" nama penyerbuan ketika perang saudara di Amerika. Dan nggak ada yang mau cari gara-gara dengan Hooligan satu ini. Mereka bahkan punya senjata khusus yang dirancang sendiri untuk menyerang supporter lawan, mereka menyebutnya dengan "The Millwal Brick".

Pada puncak kegiatan mereka di 1980-an, Bushwackers kerap membuat ulah serius selama pertandingan, dan bertanggung jawab atas beberapa kerusuhan terburuk dalam sepakbola Inggris. Dan mereka bangga dengan kelakuannya itu.

Walaupun setelah itu mereka tidak "segarang" sebelumnya, namun 2 supporter Wolverhampton tewas dibuatnya. Ditusuk oleh Pisau Stanley. Sementara di tahun 2002 lebih banyak lagi pertumpahan darah ketika malam pertandingan play off versus Birmingham City. Polisi menggambarkan kejadian malam itu sebagai kekerasan terburuk dan menjadi reputasi Bushwackers yang tidak akan tertandingi.
 
Birmingham Zulus

Kembali ke tahun 70-an, teriakan "Zulu, Zulu!" dijalanan Birmingham hanya memiliki arti ; Ksatria Zulu, Birmingham City yang terbaik dan provokasi untuk menantang bertempur.

Dikenal karena anggotanya yang berasal dari berbagai latar belakang etnis, Hooligan satu ini adalah salah satu yang paling ditakuti era 80-an - dan mereka tetap penyebab utama kerusuhan. Bentrokan kekerasan seringkali terjadi dengan pendukung klub rival Aston Villa pada hari derby, dan Zulu yang dikenal keras mempertahankan wilayah mereka dari serangan Hooligan lain.

Di antara sekian banyak insiden yang dipicu oleh Ksatria Zulu ini adalah serangkaian kerusuhan di Cardiff pada tahun 2001 yang menyebabkan satu Pub hancur, satu orang diserang dan sembilan lagi dibawa ke rumah sakit.

Kemudian pada tahun 2006, sekitar 200 fans Birmingham merobohkan pagar yang memisahkan mereka dari fans Stoke setelah pertandingan Piala FA, perang pun pecah, dan polisi tidak luput dari serangan Zulu. Seorang perwira senior menggambarkan kerusuhan ini sebagai "kekerasan ekstrim".


Aston Villa Hardcore
Hooligan terkenal lainnya yang berbasis di Birmingham adalah Aston Villa Hardcore. Berafiliasi dengan klub Aston Villa atau dikenal sebagai The Villains. Dan reputasi mereka juga tidak kalah sengitnya dibanding rival sekotanya.

Pada "Pertempuran Rocky Lane" pada tahun 2002 menyebabkan beberapa gangguan serius di daerah Aston setelah pertandingan antara Villa dan Birmingham City yang menyebabkan penangkapan 15 orang Hooligan.

Kemudian pada tahun 2005, anggota Hooligan, Steven Fowler, yang telah dipenjarakan selama enam bulan dalam perang tahun 2002, harus kembali mendekam di penjara untuk 12 bulan kemudian karena terlibat dalam serangan terorganisir antara Hardcore Villa dan headhunter Chelsea di King's London's Cross tahun 2004.

Juga pada tahun 2004, beberapa Hooligan Villa terlibat dalam pertempuran dengan fans Quens Park Ranger di luar Villa Park di mana seorang pramugara meninggal ketika menyeberang jalan.



Inter City Firm

Sekelompok hooligan yang aktif dari tahun 1970an sampai tahun 1990, yang mereka menamainya dengan Inter City Firm (ICF). Supporter fanatik dari klub London, West Ham United.

Dinamakan Inter City sesuai dengan nama kereta yang mereka pakai untuk menyaksikan pertandingan away. Inter City Firm mempunyai kebiasaan unik dimana mereka meninggalkan kartu di tubuh lawan yang mereka serang dengan tulisan yang tertera: "Selamat, Anda baru saja bertemu dengan ICF."

Meskipun sama-sama menyukai kekerasan, Cass Pennant, seorang yang berpengaruh di ICF menyatakan ICF berbeda dengan Hooligan lainnya yang umumnya mereka rasis dan berhaluan Neo-Nazi. Namun tetap saja mereka bukanlah teman-teman yang baik.

Banyak contoh ekstrim perilaku kekerasan mereka telah didokumentasikan, bentrokan sering terjadi dengan Hooligan saingannya Bushwackers Millwall.


6.57 Crew
Dihubungkan dengan tim Liga Utama Inggris Portsmouth FC, dan dinamai berdasarkan waktu kereta yang membawa mereka ke Stasiun Waterloo London pada hari Sabtu yaitu pukul 06:57. 6,57 Crew adalah salah satu kumpulan Hooligan terbesar selama tahun 1980-an, dan telah menyebabkan kekacauan di seluruh negeri.

Pada tahun 2001, mereka bertempur dengan fans Coventry City di kandang Conventry, merobek kursi dan melemparkan "molotov" ke lawan mereka.

Pada tahun 2004, 93 anggota mereka ditangkap - termasuk anak 10 tahun yang menjadi Hooligan termuda dalam sejarah Hooliganisme Inggris - mereka berulah dan memulai kerusuhan massa sebelum dan setelah pertandingan melawan saingan Southampton, di mana polisi diserang dan toko-toko dijarah.

Lebih dari seratus hooligan Portsmouth dilarang bepergian ke Piala Dunia 2006 di Jerman karena dinyatakan bersalah atas kejahatan yang berhubungan dengan sepak bola.



The Red Army
Manchester United adalah salah satu klub sepakbola terbesar dengan permainan yang indah, sehingga supporter fanatik mereka, The Red Army, dapat dikatakan memiliki jumlah terbesar dengan tingkat Hooliganisme tinggi di Britania.

Sementara nama The Red Army juga digunakan untuk merujuk kepada fans Man U pada umumnya, pada pertengahan 70-an nama itu menjadi identik dengan beberapa insiden menentukan dalam hooliganisme Inggris.

Bentrokan massal terekam pada tahun 1985. Kala itu The Red Army berseteru dengan Hooligan West Ham disekitaran kota Manchester.


Chelsea Headhunters
Dihubungkan dengan Klub kota London, Chelsea, Headhunters merupakan klub Hooligan rasis yang juga kadang di kaitkan dengan Front Nasional dan Paramiliter Combat 18.

Pada 1999, headhunter telah disusupi oleh seorang reporter BBC yang menyamar sebagai anggota tapi punya tato singa yang salah (Fans berat Chelsea pasti tau Logo Singa Chelsea) - kesalahan berisiko yang membuat geram para Headhunters.

Mantan pimpinan Headhunters, Kevin Whitton, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 1985 setelah melakukan suatu serangan yang dianggap sebagai salah satu insiden hooliganisme sepak bola terburuk yang pernah ada di Inggris. Ketika itu Chelsea mengalami kekalahan, Whitton dan lainnya masuk ke sebuah Bar sambil berteriak, "Perang, perang, perang!!". Beberapa menit kemudian manager bar yang berasal dari Amerika tersungkur sekarat dan seorang Hooligan berteriak kepadanya, "Kalian orang Amerika datang ke sini dan mengambil pekerjaan kami!"

A.C.A.B

A.C.A.B


A.C.A.B dengan singkatan A.C.A.B. All Cops Are Bastard itulah kepanjangannya, hmm nampaknya dari kata tersebut mungkin langsung pada mengerti apa artinya secara hirarki kata “SEMUA POLISI ADALAH BAJINGAN !!!”, thats right dude… mengapa demikian??

Berasal dari setidaknya tahun 1940-an, dan digunakan sebagai slogan selama mogok para penambang Inggris, ACAB adalah singkatan sering diintegrasikan ke dalam penjara di Inggris, hal ini paling sering diberikan dengan satu huruf antara buku jari dan sendi pertama setiap jari, alternatif kadang terlihat sebagai titik kecil di seluruh buku jari simbolis masing-masing.

Sebenarnya ada beberapa versi kelompok yang mengamalkan A.C.A.B dalam suatu pergerakan mereka. Pada umumnya kelompok ini adalah kelompok dengan ras extrimis kiri, dimana ras ini menolak keras akan suatu ketidak adilan yang didapatkan dari Cops atau polisi. Kelompok extrimis itu salah satunya kelompok Ultras.

 Ultras adalah kelompok suporter anti terhadap polisi, alasan mereka menolak keras terhadap polisi adalah para polisi yang selalu mengacau dimana cita-cita ultras yang bertolak belakang dengan polisi. Para polisi biasanya menggunakan/atas nama keamanan mereka semena-mena terhadap kelompok yang memperjuangkan hak dan cita-cita mereka.
 Pasalnya jika terjadi insiden kecil saja, mereka memperbesar sutau insiden yang seharusnya dapat diselesaikan dengan kepala dingin, mereka mencammpuri, memprovokasi dan berpura-pura menangani situasi dimana hati mereka bersungguh-sungguh menghakimi dengan keji.


Dalam politik modern, baik neo-Nazi Skinhead dan sayap kiri / anarkis bajingan menggunakan “ACAB” sebagai slogan. Pada 7 Januari 2011, tiga penggemar sepakbola Ajax didenda karena memakai t-shirt dengan angka 1312 dicetak pada mereka. 1312 singkatan ACAB. Salah satu fenomena yang dekat dengan A.C.A.B adalah seluruh kelompok ultras di Italia menolak keadaan posisi polisi di dekat mereka di saat pertandingan sepakbola.

Para ultras yang mempunyai basis tempat tersendiri (biasanya berposisi di belakang gawang, baik utara maupun selatan) melarang keras polisi mendekat, jika mereka mendekat sejengkal, perlawanan akan membrutal nyawa pun harus jadi tumbal. Terbukti pada kerusuhan di genoa 1 polisi mati akibat para ultras yang membrutal akibat tingkah polisi yang frontal.

Postingan ini saya terinspirasi dari seoranag yang sangat saya kagumi dimana kekaguman saya terhadapnya melebihi kekaguman terhadap presiden yang sangat menyebalkan yang lebih menyebalkan dari koneksi saya yang menurun secara ekspektasi, dimana dia menulis tentang police, dimana dia mengungkapkan kekesalanya dengan sedikit tulisan yang lugas, mengiris, dan extrimis !!!!, saya mulai terinspirasi dengan pemikirannya yang saya terapkan dalam jalan klompok ultras, karena saya sendiri seorang ultras. Dan slogan ALL COPS ARE BASTARD !!!! slalu melekat dalam diri.

Against Modern Football

Apa itu sepak bola modern seperti apa yang dimaksud? Apakah dampak dari sepak bola modern mempengaruhi bagi seorang supporter ?
Salah satu contohnya adalah Tim AUSTRIA SALZBURG yang sekarang telah berganti nama menjadi RED BULL SALZBURG dimana orang-orang kaya membeli tim itu lalu mengubah segalanya tentang tim itu, Mulai dari NAMA hingga Warna tim itu. Bahkan supporter tim itu tak diperkenankan memakai Jarsey lama dari AUSTRIA SALZBURG, dan ini berarti SEPAK BOLA MODERN telah melupakan masa lalu, Sejarah Tim dan Tradisi daritim itu sendiri. Aspirasi dari supporter dan fans tidak dimasukkan sebagi pertimbangan untuk memutuskan sebuah keputusan dalam Sepak Bola Modern. Dan kini semata - mata Supporter hanyalah Uang berjangka yang terus mengalir untuk mendapatkan sebuah tiket dengan Harga yang lebih WOW dari sebelumnya. Tak ada yang peduli ketika perlahan para Fans pergi, dan memakai uang simpanannya untuk mendukung timnya dalam laga away, yang padahal biasanya hanya bermain di akhir pekan saja.

Selain itu tugas supporter yang seharusnya tetap berdiri kini hanya duduk dan menonton saja sambil sesekali meneriakan kekesalannya. Kini Tampilan tak diperbolehkan, tak ada kembang api, Bendera dan Polisi pun kini bertindak lebih brutal terhadap supporter.Mereka menangkapi Supporter dengan tampilan yang dianggapnya sebagai biang kerusuhan dan melarangnya memasuki daerah stadion. Hanya dengan kecurigaan mereka bisa langsung menghakimi. Di eropa Semua supporter sudah muak diperlakukan seperti seorang penjahat dan di persulit akses menuju stadion . Semua kini di tentukan oleh Sponsor. Sponsor pula yang menentukan kapan pertandingan harus dimulai setelah memastikan sebagian besar pelanggannya duduk di depan TV.
Tapi usaha itu semua bagi kami hanyalah sia-sia saja, karena bagi kami:
1. Kami tidak mendukung sponsor yang berkontribusi pada permainan yang berlangsung selama seminggu full.
2. Kami tidak membeli produk di mana kita berpikir bahwa mereka memberikan kontribusi untuk mengubah sejarah sebuah tim ‘dan tradisi yang ada.
3. Kami tidak berlangganan Channel TV olahraga swasta karena memberi kontribusi untuk mengubah melepaskan tendangan kali, sehingga sulit bagi para fans mengikuti tim mereka di laga away.
4. Kami menentang semua tempat duduk stadion. Kami akan BERDIRI dan mendukung tim kami.!
5. Kami tidak akan menampilkan bendera dan spanduk yang diberikan kepada kita oleh pihak “sponsor” dan lebih baik memiliki yang lain dari pada nama kelompok kami atau nama tim kami diambil mereka.
 6. Kami membenci musik disko sebelum, setelah dan di istirahat dari permainan, serta tarian menjijikan dan acara lainnya. Kami ada untuk menonton pertandingan sepak bola dan bukan teater cerdik!
7. Kami tidak ambil bagian dalam setiap jenis tampilan, semua diputuskan oleh orang lain dari luar fans kami. Tidak ada sponsor atau merek perusahaan yang dapat  memberitahu kita kapan dan bagaimana untuk menghibur dan menampilkan warna serta dukungan kami
8. Kami secara terbuka menerima setiap upaya untuk melestarikan gaya lama dukungan sepak bola dan bermain kami.
9. Kami seperti tim yang “baru” bersatu, kami mencoba untuk melestarikan tradisi dan masa lalu kami!

Sejarah Viking Persib , Maung Bandung


Melihat rangkaian sejarah Viking Persib Club memang tidak akan terlepas dari perjalanan Persib Bandung itu sendiri.... Dalam mengarungi samudra kompetisi perserikatan maupun Liga Indonesia. Berawal dari perjalanan sang “Maung Bandung” yang begitu membanggakan dan menggetarkan Dunia Persepakbolaan Nasional, khususnya pada dekade tahun 1985 s/d 1995... Kala itu persib telah mampu memberikan sebuah “kebanggaan” bagi warga Kota Bandung dan masyarakat Jawa Barat, khusunya bagi para pecinta fanatik Persib. . . Ketika beberapa kali secara berturut-turut mampu tampil di Final Piala Presiden (perserikatan kala itu) dan tiga kali diantranya Persib mampu tampil sebagai “Kampioen”... Kemudian setelah itu, dilanjutkan kembali dengan merebut gelar juara pada kompetisi format baru Liga Indonesia I. Semua prestasi tersebut, tentu saja menjadikan Persib bak Legenda di Dunia Persepakbolaan Nasional dan legenda tersebut tentu saja harus dilestarikan...


Terutama oleh kita selaku bobotoh fanatiknya. Totalitas yang telah diberikan oleh Persib kala itu dijawab dengan “Totalitas” oleh sekelompok pendukung Persib di tribun selatan, yang kelak menjadi cikal bakal dari terbentuknya Viking Persib Club. Dari seringnya pertemuan diantara mereka ketika membeikan dukungan kepada Persib, secara tidak langsung kemudian terbentuklah sebuah komunitas yang “Militan” dan memberikan segala letupan emosi mereka hanya untuk sang ”Idola” Persib “Maung Bandung”. Melalui prakarsa salah seorang diantara mereka, maka lahirlah sebuah kesepakatan serta komitmen untuk mendirikan sebuah wadah untuk menyatukan “Rasa Cinta” mereka terhadap Persib “Maung Bandung”. Akhirnya, setelah melalui beberapa kali pertemuan, tepatnya pada tanggal 17 Juli 1993 di sebuah rumah Bahu di jalan Kancra No.34 Buah Batu Bandung terwujudlah “Kesepakatan” tersebut dengan lahirnya sebuah kelompok supporter Persib... Dengan nama Viking Persib Club.


Nama viking diambil dari nama sebuah suku bangsa yang mendiami kawasan Skandinavia di Eropa Utara. Suku bangsa tersebut terkenal memiliki karakter yang gigih, solid, militan, patriotis, berani, pantang menyerah dan berjiwa penakluk. Semangat dan karakter seperti itulah yang kelak dicoba untuk “Mendasari” semangat karakter para bobotoh Persib... Khususnya anggota Viking Persib BandungClub. Dengan memiliki semangat serta karakter seperti itu... Diharapkan “Totalitas serta Loyalitas” dari para bobotoh Persib akan terus berkibar.. Dan hal itu sangat diperlukan dalam menjaga “kehormatan” Persib selaku tim kesayangan kita semua, agar tetap lestari... Khususnya di Bumi Parahyangan ini, serta di kancah Persepakbolaan Nasional pada umumnya. Perjalan waktu, kebersamaan, hubungan pertemanan dan “ kesamaan rasa cinta” yang terbina... Pada akhirnya menjadikan Viking Persib Club sebagai sebuah kelompok supporter yang selalu “eksis” dan dapat bertahan sampai dengan saat ini, bahkan mampu berkembang menjadi sebuah kelompok dengan Basis Massa yang sangat Besar Rasa “Persaudaraan” diantara sesama anggota merupakan landasan dari Viking Persib Club, sedangkan “Totalitas” serta “Loyalitas” terhadap Persib merupakan dasar tebentuknya. Dengan segala formalitasnya seperti saat ini...


Viking tetap akan mempertahankan “ciri khasnya”... Independen dan bercirikan rasa “kekeluargaan” yang tinggi diantara sesama anggotanya... Memang hal tersebutlah yang diyakini akan dapat menjaga serta menjadi perekat diantara seluruh anggota Viking Persib Club...dengan begitu ...keberadaan Viking sebagai “kelompok bobotoh” Persib dapat bertahan terus selamanya...sehingga Viking secara total dapat memberikan kontribusinya terhadap Persib dengan memberikan dukungan dimanapun, kapanpun dan dengan cara apapun

ANTI-MEDIA itu....


Anti media, hmm.. Apa sih sebenernya yang dimaksud Anti Media? Apa kita Anti terhadap surat kabar, Berita Tv, bahkan sampe membenci TV nya gitu? Apa Kita harus anti juga terhadap media lain seperti Handphone, kamera, komputer, sampai Internet? Begitu? Aku rasa gak semuanya Benar (begitu)..


Terus apa dong Anti Media? Anti Media itu berarti anti terhadap media (seperti Surat Kabar, Berita TV dll) yang hanya membicarakan kejelekan atau menampilkan berita negative tentang suatu kehidupan. Ini berawal dari kehidupan punk, Skinhead, dan gerakan bawah tanah lain yang selalu mendapatkan berita negative-nya saja tentang aktifitas mereka di media-media itu.

Mereka lalu membuat slogan itu, “Anti Media”. Lalu mereka membuat media sendiri (media Tandingan) yang beda dan menampilkan sisi positive mereka untuk orang umum ketahui bahwa mereka tak seburuk yang orang baca dari Media Umum.. Ini bentuk protes mereka terhadap media-media yang ada..

Di Dunia supporter (Indonesia khususnya) slogan ini mulai diterapkan dan disebut-sebut.. tapi sayang masih banyak yang mengira Anti Media itu anti terhadap semua media, Bahkan seperti Dokumentasi video, Foto, dan penyampaian pesan lainnya..

 Dengan alasan Narsis lah, inilah, itulah, dan ribuan alasan lainnya yang kalo dibaca tuh bikin AARRGGGHHH Banget! Hahaha.. Padahal bukan itu yang dimaksud Anti-Media.. Dokumentasi, Publikasi itu juga perlu, agar dunia luar tau sebenernya gerakan kita.. begitu aja sih.. :)
So.. Resapi tiap Slogan, bukan hanya mengartikannya.. Ketahui akarnya, jangan hanya permukaannya saja.. IQRO! Hehe

Best Of Bobotoh 2012/2013 ( Persib Bandung )

Best Of Bobotoh 2012/2013 ( Persib Bandung )
Bobotoh - Persib Bandung
Best Photo and Video Atraction















Indonesian Suporter "Save Gaza"


Indonesian Suporter "Save Gaza"
Konflik yang ada di Gaza,Palestina yang memakan banyak korban jiwa . Membuat Beberapa suporter di Indonesia turut peduli dengan konflik disana . Berikut beberapa foto Suporter Indonesia yang membuat atraksi tentang "save gaza"



From Jakarta Football for palestine #PrayForPalestine #PrayForGaza
Curva NORD Persija !!!

Aremania "God Save Gaza" & "Free Palestine"

Curva Sud Ultras Gresik " Save Gaza "

Ultras, A Way of Life

Sebelumnya, pendukung suatu klub bersifat individualis, sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil. Mereka mungkin saja patriotis di stadion, tetapi identifikasi dan simbolisasi diri pendukung terhadap klub berhenti begitu laga usai dan lampu stadion dipadamkan. Mereka bersifat anonim dan sama sekali bukan merupakan bagian spiritual dari klub.

Kata Ultras dimaknai sebagai lebih, sangat, luar biasa atau ekstrem. Dalam sepakbola Ultras mengacu kepada kelompok pendukung atau fans yang terorganisasi, memiliki kode berperilaku yang bersifat komunal, cenderung eksklusif serta memiliki identitas yang kuat serta loyalitas tak terbatas kepada tim sepakbola yang didukungnya. Ultras lebih daripada sekedar hadir di stadion dan memberi dukungan, ultras adalah sebuah totalitas mental, sikap dan perbuatan dalam mendukung klub, di dalam dan di luar stadion, saat ada dalam kelompok dan saat sendiri, saat menang dan saat kalah, saat klub di puncak kejayaan dan saat klub di nadir keterpurukan. Maka, empat nilai penting pada Ultras adalah kehormatan, totalitas, loyalitas dan solidaritas.

Cikal Bakal Ultras
Kelompok Ultras pertama di dunia terbentuk justru bukan untuk mendukung sebuah klub, melainkan untuk mendukung tim nasional. Torcida Organizada terbentuk di Brasil tahun 1939 untuk mendukung timnas mereka. Perang Dunia Kedua yang melanda Eropa membuat gagasan Ultras ini sedikit terlambat berkembang ke benua biru. Barulah pada 1950 Ultras pertama Eropa lahir di Yugoslavia, ketika pendukung klub Hajduk Split membentuk Torcida Split.

Hanya butuh waktu satu tahun, gagasan Ultras ini masuk ke Italia. Tahun 1951 lahirlah Ultras pertama di Italia, Fedelissimi Granata yang mendukung klub Torino. Fenomena Ultras ini makin meluas di Italia. Maka bermunculanlah kelompok Ultras seperti Fossa dei Leoni (Milan, 1968), Boys LFN (Internazionale, 1968), Ultras Sampdoria (Sampdoria, 1969) Commandos Monteverde Lazio/CML (Lazio, 1971), Yellow-blue Brigade (Hellas Verona, 1971), Viola Club Viesseux (Fiorentina, 1971), Ultras Napoli (Napoli, 1972), Griffin Den (Genoa, 1973), For Ever Ultras (Bologna, 1975), Black and Blue Brigade (Atalanta, 1976), Fossa dei Campioni dan Panthers (Juventus, 1976), dan Commando Ultra Curva Sud/CUCS (Roma, 1977).

Modus operandi terbentuknya kelompok-kelompok ini beraneka-ragam. Menggabungkan kelompok-kelompok kecil yang sudah ada sebelumnya, dari sosialisasi di cafe atau bar, kelompok di sekolah atau kampus, komunitas suatu area geografis tertentu, partai politik dan sebagainya. Usia mereka saat terbentuknya kelompok ini biasanya berkisar antara 15-25 tahun.

Kelompok-kelompok pertama yang terbentuk di atas biasanya tidak bertahan lama. Kelompok baru dari klub yang sama bermunculan, bersaing dan menyisihkan yang sebelumnya. Atau, beberapa kelompok melakukan merger. Dipenjarakannya tokoh-tokoh suatu kelompok Ultras akibat kerusuhan  juga sering menjadi pemicu bubar. Hal yang paling sering terjadi adalah perpecahan dalam suatu kelompok akibat masuknya kepentingan partai politik yang memanfaatkan kekuatan Ultras, komersialisasi Ultras dalam memproduksi dan menjual merchandise, atau masuknya kelompok “swing ultras” alias para “glory hunters”. Mereka yang disebut terakhir ini adalah pendukung yang berpindah klub seiring naik-turunnya prestasi klub, sehingga melunturkan nilai-nilai Ultras itu sendiri. Fossa dei Leoni hingga kini tercatat sebagai Ultras yang paling lama bertahan (1968-2005).

Regenerasi anggota pada kelompok Ultras biasanya dilakukan secara turun-temurun dalam keluarga, dalam suatu institusi sosial-budaya seperti sekolah, kampus, klub-klub hiburan dan sebagainya. Penanaman nilai-nilai Ultras ini berlangsung sejak usia dini secara alamiah

Independensi
Nilai penting lain yang dianut Ultras adalah independensi. Nilai terakhir ini secara masif diperkenalkan oleh Irriducibili Lazio yang terbentuk tahun 1987. Penerapan independensi membatasi loyalitas Ultras hanya kepada tim atau para pemain, dan mengambil posisi independen terhadap pihak lainnya termasuk partai politik, sponsor dan terutama terhadap manajemen klub.

Setelah hadirnya Irriducibili Lazio, maka Ultras di Italia tersegregasi menjadi Ultras Keras dan Ultras Lunak. Kelompok keras akan menolak bantuan dalam bentuk apapun dari manajemen klub, mereka mandiri secara finansial, mengeluarkan uang pribadi untuk tiket dan biaya perjalanan dari kota ke kota mengikuti para pemain yang bertanding serta untuk memproduksi peraga (tifo) dalam stadion. Tak heran, fans Lazio misalnya, dapat bersikap sangat konfrontatif terhadap manajemen Lazio sendiri demi kepentingan pemain dan tim, yang diyakininya. Kelompok Ultras keras ini bersikap protektif membela pemain dan memprotes kebijakan manajemen klub saat prestasi kub melorot.

Kelompok lunak ini cenderung sejalan dengan manajemen klub dan sangat bergantung pada manajemen klub dalam hal pendanaan untuk keperluan spanduk atau bendera, penyediaan sarana gudang atau sekretariat, diskon tiket dan bahkan penyediaan sarana transportasi. Kelompok Ultras dari Juventus misalnya, sebagian besar terdiri dari keluarga dan kerabat pabrik mobil Fiat dan pemasoknya, mereka dikoordinasi dan dibiayai oleh keluarga besar Agnelli. Sementara kelompok Ultras di Internazionale memiliki hubungan finansial yang erat dengan keluarga besar Moratti. Beberapa kelompok bahkan memakai nama sang taipan minyak Italia tersebut pada nama grupnya. Kelompok Ultras lunak ini cenderung membela manajemen klub dan menyalahkan pemain atau pelatih jika prestasi klub merosot.

Apapun, Ultras lebih daripada sekedar pendukung klub. Ultras adalah jalan hidup, gaya hidup dan mentalitas. Tahun 2009 kelompok Ultras keras dari Lazio, Roma, AC Milan, Catania, Genoa dan Napoli mengadakan demonstrasi besar di kota Roma menentang penindasan atas Ultras dan pembatasan masuk stadion. Mereka mengeluarkan deklarasi bersama. Isi deklarasi ini dapat menggambarkan, bagaimana mentalitas Ultras itu sesungguhnya.

Ultras, a Way of Life:

“Kami berbeda dari yang normal dan biasa. Berbeda dari rata-rata, dari yang umumnya ada. Kehormatan, totalitas, loyalitas dan persahabatan. Ultras adalah tentang nilai-nilai idealisme yang diterapkan sepanjang masa. Ultras bukan tentang yang terbaik atau yang teratas , melainkan tentang mentalitas. Mentalitas yang hanya ada pada Ultras. Mentalitas yang yang lebih kuat dari segala tekanan. Pelarangan masuk stadion dan jeruji penjara, tak ada yang dapat menghentikan kami. Kami Ultras, tindaslah kami, maka bara tekad kami akan semakin besar. Kami memercayai mentalitas Ultras. Sepakbola telah sakit, benar-benar sakit. Semuanya hanya tentang uang, uang dan uang. Sepakbola normal telah diabaikan, stadion tak pernah terisi penuh. Mereka menyalahkan Ultras, tapi kami tahu lebih baik daripada mereka.”

“Kamilah bagian termurni yang bertahan dari sepakbola. Kami mengeluarkan ratusan euro dan menempuh ribuan kilometer ke segenap pelosok Italia untuk mewakili kota kami, warna dan klub kami. Kekerasan bukan lagi yang terpenting, karena kalian akan selalu menemukan kekerasan dimanapun kalian berada, di setiap kebudayaan dan di setiap negara. Mereka mengatakan bahwa Ultras merusak sepakbola. Salah besar! Uang, doping, menyuap pemain dan membayar wasit serta pemain yang digaji tak masuk akal tingginya, itulah yang merusak sepakbola. Kamilah yang selalu meneriakkan dukungan bagi tim kami, setiap hari, setiap minggu. Salju, hujan dan teriknya matahari bukan masalah bagi kami. Kami membenci sistem kalian, kami melawan penindasan kalian, dan akan selalu begitu. Ayah-ayah kami dulu memenuhi Curva, kini kami yang ada di sana, dan kelak putera-putera kami yang akan menggantikan. Kami akan menanamkan kepada mereka nilai-nilai yang kami anut, membuat mereka mengerti tentang mentalitas kami, sehingga mereka akan melalui jalan hidup yang sama dengan kami. Generasi tua hilang, generasi baru muncul, tetapi idealisme Ultras akan tetap sama sepanjang masa.”

Casuals

Casuals merupakan salah satu bagian dari budaya didalam sepak bola, yang identik dengan hooligansime dan pakaian-pakaian mahal bermerek. Sub kultur ini lahir pada akhir dekade 70-an, di Britania Raya, dimana ketika itu banyak para hooligan klub-klub sepak bola, mulai mengenakan pakaian-pakaian mahal untuk menghindari perhatian polisi. Mereka tidak lagi mengenakan atribut-atribut beraroma logo-logo klub kesayangan, agar tidak dikenali, sehingga lebih mudah untuk menyusup kelompok musuh dan untuk masuk kedalam pub.Jenis-jenis musik yang disukai oleh para Casuals pada akhir dekade 70-an adalah Oi!, Mod, dan Ska. Tak heran, karena beberapa Casuals itu merupakan pengikut dari sub kultur skinhead, mod, dan rude boy. Pada era 80-an, selera musik Casuals bersifat eklektik alias campur-campur. Pada akhir dekade 80-an dan 90-an awal, mereka cenderung menyukai scene Madchester (co: The Stone Roses), dan Rave. Dan di era 90-an saat sub kultur alternatif baru yang bernama Britpop, yang digunakan untuk melawan arus Grunge, para Casuals ini pun menjadi penggemar Britpop. Ada pengaruh kuat dari budaya Rave terhadap Casuals, rave sendiri cenderung menyerukan perdamaian, sehingga banyak dari Casuals ini yang mengenakan pakaian-pakaian khas mereka, namun justru menjauhkan diri dari tindak hooliganisme. Kadang-kadang banyak band-band yang bergaya Casuals saat dipanggung dan dalam sesi pemotretan, seperti yang dilakukan Damon Albarn dan kawan-kawan di BLUR dalam video “Parklife” Sejak itu Brutal pop khas BLUR (kadang disebut juga indie rock) telah menjadi jenis musik yang paling disukai oleh Casuals.

SEJARAH

Sejak pertengahan dekade 50-an, para pendukung sepak bola di Inggris sudah mulai terpengaruh dengan gaya berpakaian Teddy Boys, yang tumbuh pada masa itu. Dan asal-usul budaya Casuals sendiri dapat dilihat dalam sub kultur Mod pada awal 60-an. Para pemuda pengikut sub kultur Mod, mulai membawa gaya berpakaiannya ke dalam teras sepak bola. Kemudian pengikut-pengikut sub kultur lain seperti Skinhead juga membawa gaya berpakaiannya kedalam teras sepak bola. Ditandai dengan kebangkitan sub kultur Mod pada akhir 70-an, Casuals mulai tumbuh dan berubah setelah pendukung Liverpool, memperkenalkan merek-merek fashion Eropa yang mereka peroleh saat menemani klub kesayangan mereka melawan klub Perancis, Saint Etienne. Para pendukung Liverpool yang menemani klub kesayangan mereka menjalani laga melawan klub-klub Eropa, pulang ke Inggris dengan membawa pakaian-pakaian bermerek dari Italia dan Perancis, yang mereka jarah dari toko-toko.

Pada saat itu, para polisi masih fokus para pendukung yang bergaya Skinhead, dengan sepatu bot khasnya, Dr. Martens, dan tidak memperhatikan para penggemar yang menggunakan pakaian-pakaian mahal karya desainer-desainer ternama. Para pendukung Liverpool kemudian membawa lagi merek-merek pakaian yang tidak pernah dijumpai sebelumnya di Inggris. Dan para pendukung klub-klub lain pun mulai memburu merek-merek Eropa yang masih langka di Inggris. Adapun para pendukung Liverpool masih identik dengan Lacoste Shirt dan Adidas Training hingga saat ini. Label pakaian yang terkait dengan Casuals pada tahun 1980 meliputi: Edinburgh Woollen Mill, Fruit of the Loom, Fila, Stone Island, Fiorucci, Pepe, Benetton, Sergio Tacchini, Ralph Lauren, Henri Lloyd, Lyle & Scott, Adidas, CP Company, Ben Sherman, Fred Perry, Lacoste, Kappa, Pringle, Burberry dan Slazenger. Trend berpakaian terus berubah dan subkultur Casuals mencapai puncaknya pada akhir 1980-an. Dengan lahirnya scene musik Acid House, Rave and Madchester. Dan kekerasan dalam sub kultur Casuals memudar hingga batas tertentu.

1990s and 2000s

Pada pertengahan 1990-an, sub kultur Casuals mengalami kebangkitan besar, tetapi penekanan pada gaya telah sedikit berubah. Banyak para penggemar sepak bola mengadopsi Casuals tampak sebagai semacam seragam, mengidentifikasi bahwa mereka berbeda dari pendukung klub biasa. Merek seperti Stone Island, Aquascutum, Burberry dan CP company terlihat di hampir setiap klub, serta merek-merek klasik favorit seperti Lacoste, Paul & Shark dan Pharabouth. Pada akhir 1990-an, banyak pendukung sepak bola mulai bergerak menjauh dari merek-merek yang dianggap seragam Casuals, karena polisi mulai memerhatikan tindak tanduk Casuals. Selain itu beberapa desainer juga menarik produk-produk mereka setelah tau bahwa produk-produk mereka di pakai oleh Casuals. Meskipun beberapa Casuals terus memakai pakaian Stone Island di tahun 2000-an, banyak dari mereka yang telah mencopot logo kompas Stone Island sehingga merek pakaian mereka menjadi tidak ketahuan. Namun, dengan dua tombol masih menempel, orang yang tahu masih bisa mengenali pakaian Casuals lainnya. Pada akhir 90-an itu beberapa pasukan polisi mencoba untuk menghubungkan logo kompas Stone Island dengan neo-Nazi versi dari salib Celtic. Karena itu, label pakaian baru mulai memperoleh popularitas di antara Casuals. Seperti halnya produk-produk pakaian dari merek-merek ternama yang laku dipasaran, barang palsu yang murah juga mudah didapat. Prada, Façonnable, Hugo Boss, Fake London Genius, One True Saxon, Maharishi, Mandarina Duck, 6.876, dan Dupe telah mulai mendapatkan popularitas luas.

Casual fashion telah mengalami peningkatan popularitas di tahun 2000-an, setelah beberapa band-band Inggris seperti The Streets dan The Mitchell Brothers menggunakan pakaian kasual olahraga dalam video musik mereka. Budaya Casuals pun telah diangkat ke dalam media visual seperti film-film dan program televisi seperti ID, The Firm, Cass, The Real Football Factory dan Green Street Hooligans 1 & 2. Pada tahun 2000-an, label pakaian yang terkait dengan pakaian Casuals termasuk: Stone Island, Adidas Originals, Lyle & Scott, Fred Perry, Armani, Three stroke, Lambretta, Pharabouth dan Lacoste. Namun menjelang akhir dekade 2000-an banyak Casuals yang menggunakan label-label independen seperti Albam, YMC, APC, Folk, Nudie Jeans, Edwin, Garbstore, Engineered Garments, Wood Wood dan Superga. Namun merek besar seperti Lacoste, Ralph Lauren dan CP Company masih popular di kalangan Casuals

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews